Sungai Si Kendal Desa Trebungan Punya Cerita
Oleh : Moh. Imron
Ketika saya masih kanak-kanak, sungai si Kendal menjadi tempat
favorit untuk mandi. Tepatnya kisaran tahun 2000-an. Apalagi ketika hujan, air
meluap, arusnya besar menjadi tantangan tersendiri. Asyik. Bersama kawan-kawan
biasanya kami sering main elong,
semacam kejar-kejaran di air, sembari menyelam. Permainan dimulai dengan
menyentil pada air, bagi bunyinya yang tidak keras dialah yang menjadi
pengejar, ketika ada yang berhasil dikejar, maka pengejar bergantian, begitu
seterusnya. Jadi elong ini untuk menentukan siapa pengejarnya.
Si Kendal juga merupakan tempat antraksi, bersalto depan, bersalto
belakang, kadang hanya lompat dengan berlari terbih dahulu dari atas tanah,
atau dari kayu jharan.
“Byurrrr.”
Pernah suatu ketika ketika menyelam sempat terbentur batu, kadang
juga pasir di bawah. Dan terluka.
Kami menyebutnya songai Sè
Kendhâl (madura), Diambil dari nama pohon Kendal, sejenis tanaman semak. Entah
dari mana hulunya yang jelas aliran sungai itu melintas melewati Desa Tenggir,
Kayu Putih, hingga Dusun Sekarputih Timur, Desa Trebungan. Sementara tempat Si
Kendal, tempat mandi kami terletak di sebelah timur Pondok Pesantren Misykatul
Ulum yang diasuh oleh Kyai Hafifi Mustaqim. Sebenarnya di sana ada dua sungai,
dan untuk sungai si Kendal yang sebelah timur, berkelok dan tidak pernah surut.
Saya penah madrasah diniyah dan MTs. di pondok pesantren itu,
ketika istirahat, sungai Si Kendal menjadi tempat favorit untuk bermain. Bukan
hanya pada saat sekolah saja, ketika santai, bermain bersama-sama kawan di
dekat rumah juga sering ke sana untuk mandi.
Akibat terlalu lama mandi di sungai si Kendal kadang kawan-kawan
saya matanya merah. Matanya langsung melihat matahari dengan melotot dan
berucap, “ Tèpotè tellor, mèrana kala, be,na
potèna kala’ engko’.” Tiap anak-anak yang sering mandi di sungai punya
versi yang berbeda-beda.
Adapula kawan yang jail, dengan bersembunyi tanpa sepengatahuan,
aliran sungai di depan sering melempar bhiye,
sejenis buah yang berbulu dan gatal.
Sewaktu-waktu kami juga mencari kejing atau kopang di pinggir
sungai yang airnya dangkal, lumpur atau cellot.
Kemudian hasilnya digoreng.
Atau ketika ada batang pohon pisang yang mengapung, kami juga
menaikinya layaknya perahu. Begitu pula ketika ada kotoran manusia mengapung di
sungai, kadang kami langsung menyelam. Ketika diperkirakan kotoran itu sudah
membelakangi kami kembali menampakkan diri. Kadang ada kawan ketika main elong tak sengaja tiba-tiba di atas
kepalanya ada kotoran manusia. Sontak, kami tertawa.[]
Tidak ada komentar: